Notification

×

Iklan

Iklan

Diksi Darurat Demokrasi dan Penunggangan Oleh Kelompok Intoleran, Serta Radikal Untuk Merusak Indonesia

Monday, 2 September 2024 | 14:25 WIB Last Updated 2024-09-02T08:13:47Z
"Ramdhan Agung Giri Nugroho Koorpus Force-Mi sampaikan opini kritik tentang Diksi Darurat Demokrasi di Indonesia"/Foto : Ramdhan


RADARDETIK.ID - Narasi Darurat Demokrasi, yang di gaungkan oleh sebagian elemen masyarakat hari ini, yang kemudian memicu aksi demonstrasi di beberapa titik Kota & Kabupaten di seluruh Indonesia, adalah justru sebuah gambaran nyata keberhasilan dari sistem Demokrasi itu sendiri, dalam mengakomodir kepentingan Publik dalam mengekspresikan suara & keluh kesah mereka kepada negara. 


Sebuah simbolis perlawanan kaum marjinal, yang kemudian menyatukan suara dengan kaum terdidik di jalanan aspal yang sama, demi mengharapkan perbaikan negeri, adalah bukti kongkrit bahwa Indonesia telah berhasil menyatukan perbedaan kasta, dan tahta setiap insan yang bernaung di bawah panji merah Putih.


Lalu apakah demokrasi benar-benar darurat ? Atau hanya di “Daruratkan.” Hanya demi kepentingan kelompok-kelompok, dan elite Politik saja ? Yang kemudian itu di lakukan dengan memanfaatkan keringat, dan air mata rakyat sebagai bahan bakar suksesi ambisi di negeri sendiri. Lalu apakah kita harus diam dengan framing yang berpotensi merusak bangsa & negara ini ?



Kami melihat ada dua kasus/konteks yang serupa dalam belakangan waktu belakangan ini, jika kita ambil dari prespektif orang yang selalu meneriakkan darurat demokrasi, maka sudah sejak lolos nya Wapres dari salah satu kandidat yang kini menang, harusnya memiliki tensi serta atensi yang lebih kuat, dibanding hanya bicara pada tataran Pilkada Jakarta kemarin, ini jika kita berfikir Rasional. 


Namun mengapa tak demikian ? Mengapa tensi Pilkada Jakarta jauh lebih panas & meriah, ekspresi yang muncul pun jauh lebih menggelegar di bandingkan dengan kasus yang serupa, yaitu saat Pilpres kemarin ? Bisakah kita menganalisa nya dengan sesederhana mungkin ? Maka jawaban nya bisa, dan memang sesederhana itu. 


Sesederhana, bahwa ketika Pilpres dari dua kubu lain yang bertentangan satu sama lain, memiliki koridor Politik yang masih ada peluang untuk bertarung, bisa memasangkan, dan mendaftarkan pasangan calon Presiden mereka untuk ikut berkontestasi, berbeda dengan yang terjadi di Jakarta, dimana potensi mereka tidak bisa mencalonkan Gubernur sangat besar, sehingga isu darurat demokrasi di goreng sedemikian rupa hingga menjadi santapan nikmat masyarakat. 



Lalu bagaimana korelasi nya dengan gerakan Intoleran, dan kelompok radikal pengasong Khilafah ? Segerombolan penjahat beratribut Agama ini selalu berusaha menunggangi segala isu, maupun konflik yang terjadi untuk mereka jadikan bahan bakar menyulut kebencian masyarakat, kepada Pemerintah & negara Indonesia, dan ini sudah sering mereka lakukan, baik di seminar-seminar Offline, maupun konten-konten media sosial, dan kegiatan online lainnya. 


Seperti terbitan media Kaffah minggu lalu, dimana media yang menjadi corong dogmatis kelompok Hizbut Tahrir, melalui media Kaffah nya, menyerukan, dan mengajak publik untuk ikut andil dalam gerakan meninggalkan demokrasi, mengajak masyarakat melawan sistem Pancasila yang telah di sepakati para pendiri bangsa, dan berusaha merusak nalar bangsa muda kita, untuk kepentingan politik kelompok mereka, yang di balut dengan istilah ke Islaman demi menarik simpati umat Islam di Indonesia.


Inilah alasan kami menulis artikel ini, agar aktor-aktor Politik di negeri ini sadar, jika yang di usik, dan di goyang adalah demokrasi, maka pasti ada penunggang gelap, cukup kita maklumi, dan nikmati jika perebutan kekuasaan dengan intrik Politik, hanya berebut kursi yang masih dalam koridor ruang demokrasi, tapi akan sangat khawatir, dan menakutkan jika isu yang sama, di manfaatkan untuk semangat & kepentingan yang berbeda. Ketika ada suatu kelompok Ideologi transnasional, yang berusaha menjadikan Indonesia negara Monarki, yang mereka balut dengan Istilah ke Islaman, dan mereka sebut dengan Khilafah.




×
Berita Terbaru Update