![]() |
"Terlalu lama bermain handphone bagi anak bisa menyebabkan Tantrum"/Foto : Grid |
RADARDETIK.ID - Perangkat elektronik berlayar, seperti televisi, komputer, dan ponsel pintar, menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari di era digital saat ini. Tidak ada batasan usia untuk penggunanya—dewasa, remaja, atau anak kecil.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa 36,99 persen anak-anak Indonesia berusia antara 5 dan 15 tahun telah memiliki ponsel. Bahkan, 38,92 persen anak-anak Indonesia berusia 0-6 tahun menggunakan ponsel, menunjukkan bahwa mereka sudah menggunakan ponsel sejak kecil.
Penggunaan jangka panjang perangkat elektronik berlayar dapat membahayakan kesehatan Anda. Salah satu yang paling umum adalah mata kering atau kering.
Dry eye adalah penyakit atau kelainan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakseimbangan komponen air mata, ketidakstabilan, peningkatan kekentalan atau osmolaritas, dan kerusakan atau peradangan.
Penderita mata kering biasanya mengalami gejala seperti mata yang tidak nyaman, seperti mengganjal, sering merah, berair, terasa kering, sensasi berpasir, munculnya kotoran, rasa lengket, dan sering mengucek mata.
Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak dari Rumah Sakit dan Klinik Mata JEC, Dr. Niluh Archi S. R., SpM,—juga dikenal sebagai "dr. Manda"—mengatakan bahwa terlalu banyak waktu di depan komputer dapat berdampak pada dinamika berkedip anak, termasuk penurunan frekuensi dan kelengkapan berkedip.
Dr. Manda mengatakan dalam acara webinar JEC Eye Talks terbaru, "Peringatan Bulan Kesadaran Mata Kering", "Kondisi ini bisa meningkatkan kekeringan permukaan mata, yang seiring waktu berpotensi memulai siklus mata kering."
Peradangan atau infeksi pada konjungtiva, peradangan pada kornea, ulkus kornea, atau luka terbuka pada kornea dapat terjadi jika kondisi mata kering tidak ditangani segera.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa efek lanjutan mata kering yang belum tertangani tidak jarang berupa pandangan kabur yang membuat anak kesulitan membaca. Untuk mencegahnya, pemeriksaan mata secara dini dan berkala menjadi solusi.
Dokter Manda mengatakan bahwa proses anamnesis pada pasien anak lebih sulit ketimbang pasien dewasa, meskipun tidak ada perbedaan usia dalam mata kering.
Dr. Manda tegas, "Anak seringkali belum bisa mendeskripsikan keluhan yang dirasakan secara verbal. Ini yang menjadi tantangan."
Karena itu, dr. Manda mengatakan bahwa orang tua harus sensitif dan tegas ketika anak mereka menunjukkan gejala mata kering dan harus segera memeriksa dokter mata. Dr. Manda mengakhiri dengan mengatakan, "Lebih dari itu, orang tua harus tegas memberlakukan batasan screen time kepada anak. Dengan disiplin menjalankan screen time dengan bijak, harapannya anak akan terhindar dari risiko mata kering."
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak di bawah 1 tahun dilarang melihat layar gawai. Untuk anak usia 1 hingga 3 tahun, waktu menonton layar gawai tidak boleh lebih dari 1 jam, dengan beberapa catatan. Khususnya, batita berusia 1-2 tahun hanya boleh menatap video chatting.
Bagi anak usia 3-6 tahun (pra-sekolah), waktu screen time maksimal adalah satu jam per hari, dan semakin singkat semakin baik. Untuk anak usia 6-12 tahun (masa sekolah), screen time yang disarankan adalah maksimal 90 menit per hari. Untuk anak usia sekolah 12-18 tahun (sekolah menengah), waktu screen time tidak lebih dari 2 jam per hari.