"Partai Gelora ketika mengadakan acara Silaturahmi Nasional"/Foto : CNN Indonesia |
RADARDETIK.ID - Sejumlah pengamat politik menyoroti Partai Gelora menolak berkoalisi dengan Partai Sejahtera dan Keadilan (PKS) pimpinan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabumin Raka.
Pengamat Politik UIN Sharif Hidayatullah Adi Preitno menyebut PKS merupakan musuh bebuyutan Partai Gelora. Katanya, Gelora didirikan oleh pecahan PKS.
Sejumlah sumber politik menyebut Partai Gelora berupaya bergabung dengan pemerintahan koalisi Partai Sejahtera dan Keadilan (PKS) pimpinan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabumin Raka yang memenangi pemilu bahwa dia menolak.
“Persis angka-angka yang membantu membangun PKS sebelumnya. Akibat konflik internal, tokoh ini keluar dari Gelora dan mendirikan Gelora,” kata Adi kepada Tempo, Selasa, 30 April 2024.
Oleh karena itu, menurutnya, sudah sewajarnya hanya PKS yang ditolak Gelora, bukan parpol lain seperti PKB atau NasDem. Bagi Gelora, PKS adalah musuh politik dan ideologi. Adi mengatakan ada perasaan pribadi dan politik antara kedua partai.
“Pada dasarnya akan sulit menyatukan musuh bebuyutan hingga akhir dunia,'” kata Direktur Parameter Politik Indonesia.
Pengamat politik Indonesia di Universitas Al-Azhar Ujan Komarudin pun menjawab alasan Partai Gelora menolak PKS. Menurut Ujang, hal itu karena Gelora bekerja keras mengalahkan Prabowo-Gibran.
“Pada saat yang sama, PKS sedang dirugikan dan tiba-tiba masuk (koalisi). Misalnya, tiba-tiba masuk Prabowo Gibran. Ini bisa merugikan Gelora," kata Ujang kepada Tempo, Selasa.
Kedua, katanya, jika PKS bergabung maka pengaruh Gelora di koalisi bisa berkurang. Sebab, pengaruhnya lebih kecil dibandingkan PKS.
“Karena PKS adalah partai parlemen dan partai yang memiliki banyak kursi, sedangkan Gecora tidak punya kekuasaan di parlemen”, kata Ujan.
Sebelumnya, Sekjen Gelora Mahfuz Siddiq memberitakan, PKS selalu melakukan serangan negatif besar-besaran terhadap Prabowo-Gibran pada kampanye Pilpres 2024 hal ini terutama berlaku bagi Gibran.
“Seingat saya, selama proses pemilu, muncul sejumlah pernyataan yang sangat ideologis dari kalangan PKS yang menyerang pribadi Prabowo-Gibran,” kata Mahfouz dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 29 April 2024.
Pak Mahfouz juga mengungkapkan, PKS kerap melontarkan narasi-narasi yang mengadu domba dan memecah belah masyarakat. Misalnya saja, kata dia, PKS mencap Prabowo sebagai pengkhianat setelah ia bergabung dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019.
“Secara umum, itu berasal dari basis dukungan PKS,” katanya.
Pak Mahfouz mengatakan, jika PKS menjadi bagian dari Persatuan Indonesia Industri, itu menandakan perpecahan antara PKS dan massa ideologisnya serta kiblat politi dari kedua partai tersebut.